Hari Arak Bali, SURAT TERBUKA KEPADA GUBERNUR BALI

hari arak bali

Forum Advokasi Hindu Dharma memulai petisi menolak hari arak Bali.

Denpasar, 28 Desember 2022

SURAT TERBUKA KEPADA GUBERNUR BALI

"Arak Tidak Memerlukan Hari Khusus"

Kepada Yth.

Gubernur Bali

Bapak Dr. Ir. Wayan Koster, M.M.

Di Tempat


Om Swastyastu,

Semoga Bapak Gubernur senantiasa sehat dan dapat memimpin Bali dengan kebijakan-kebijakan yang tepat, bermanfaat, dan mulia.

Forum Advokasi Hindu Dharma (FAHD) sungguh amat terkejut dengan pemberitaan - Bali Antaranews - yang terkait dengan menetapkan tanggal 29 Januari sebagai peringatan "Hari Arak Bali", yang ditetapkan melalui Surat Keputusan Gubernur Bali Nomor 929/03-I/HK/2022.

"Masyarakat Bali makin akrab dengan arak Bali, kembali seperti apa yang dilakukan oleh leluhur. Saya pun secara rutin minum kopi arak tanpa gula, rasanya memang lezat sehingga tubuh menjadi sehat dan lebih tahan bekerja sampai malam hari," berikut merupakan kutipan pernyataan Bapak Gubernur dalam artikel dimaksud.

Kami bisa memahami logika dan romantika dari cerita Bapak Gubernur sebagaimana terurai dalam kutipan di atas. Namun kita membutuhkan pertimbangan yang lebih komprehensif dan bijak, khususnya dengan perubahan kondisi alam dan dinamika zaman yang terjadi pasca masa para leluhur kita. Orang tua kita dulu minum setengah sloki arak pada malam hari sepulang kerja keras secara fisik. Hal tersebut  bisa dipahami dari sudut kesehatan. Coba bayangkan zaman now, kebanyakan dari kita, terutama anak muda (yang juga sudah banyak peminum), sudah tidak melakukan kerja fisik sekeras seperti zaman dulu. Selain itu, perubahan iklim yang semakin panas menyengat akan menambah dampak buruk arak di dalam tubuh seseorang.

FAHD memandang ketetapan Bapak Gubernur dalam hal "Hari Arak Bali" ini sudah berlebihan. Arak Bali tidak dilarang dalam hal produksi, peredaran, pembelian, dan penggunaan. Di lapangan, kita bisa melihat fakta tersebut dengan jelas. Arak dipergunakan oleh sebagian masyarakat untuk upakara-upakara tertentu.

Sehingga, tidak ada urgensi dan manfaat positif tambahan dalam menetapkan setiap tanggal 29 Januari sebagai "Hari Arak Bali". Justru, kita semestinya mengedukasi masyarakat perihal penggunaan minuman beralkohol untuk diminum, termasuk arak, di waktu dan kondisi bagaimana, desha-kâla-patra bagaimana, agar tidak merusak kesehatan tubuh, khususnya kesehatan hati dan ginjal. Selain itu, hal yang sangat penting mesti dipahami adalah bahwa arak menimbulkan akibat ketagihan yang sangat-sangat sulit diatasi. Dan akibat buruk yang lebih parah adalah terganggunya kestabilan mental dan emosi pengguna. Hal ini tidak saja berdampak buruk  pada pengguna semata, namun kehidupan keluarga pun akan terganggu.

Penetapan "Hari Arak Bali" justru sangat berpotensi menimbulkan pikiran kolektif masyarakat Bali, jika arak (maupun minuman beralkohol lain), sangat boleh dikonsumsi dengan bebas oleh siapa pun karena arak merupakan "warisan leluhur". Pikiran kolektif ini dapat diwariskan di dalam DNA putra-putri Bali kelak, sehingga kelak bisa  menjadi karakter umum masyarakat Bali.

Kami sadar  jika dalam Hindu Dharma tidak ada label "haram atau halal" pun sadar sepenuhnya akan manfaat positif alkohol, termasuk arak dalam kondisi-kondisi tertentu. Namun, menurut FAHD, hal tersebut tidak perlu ditetapkan sebagai hari khusus, pun tidak ada pentingnya dan manfaatnya di glorifikasi.

Arak sudah ada hampir dalam setiap sudut wilayah Bali. Peringatan Hari Arak ibarat menyiramkan bensin pada titik api yang sudah tersebar di mana-mana. Hasil akhirnya, adalah gangguan kesehatan baik fisik maupun mental yang akan menjadi beban tambahan baru yang harus ditanggung pemerintah dan masyarakat Bali.

Sebagian individu dan komunitas, tahu manfaat dan dampak negatif dari minuman beralkohol, termasuk arak. Sebagian lagi, belum tahu atau tahu tapi "meboya" (tidak percaya, tidak yakin). Karena itu, edukasi dan penyadaran pada masyarakat mesti dilakukan secara intensif dan persisten.

Bagi mereka yang belum tahu desha-kâla-patra penggunaan arak, penetapan "Hari Arak Bali" hanya akan menumpulkan critical thinking dan kecerdasan mereka. Hal inilah yang sangat FAHD pedulikan. Jangan sampai "Mada" (mabuk karena minum-minuman keras) seolah didukung oleh pemerintah dan mendapat pembenaran dengan adanya "Hari Arak Bali".

Atas pertimbangan tersebut,  FAHD berharap, Bapak Gubernur dapat memikirkan kembali atau dengan lapang dada, tanpa perlu merasa "kehilangan muka" untuk menarik kembali keputusan penetapan "Hari Arak Bali" demi menyelamatkan masa depan Bali khususnya generasi muda Bali. Terakhir, kami memohon bebaskan mereka dari duka derita hidupnya akibat ketagihan dan  penyalahgunaan arak yang sudah terjadi selama ini.

Matur Suksma.

Om Shanti, Shanti, Shanti Om.

Dengan hormat,

Ketua Umum

Ttd.

dr. Wayan Sayoga

Sekretaris

Ttd.

Anak Agung Made Sudarsa, S.E., S.H., M.H.

Foto Gubernur Bali bersama botol-botol arak Bali.

Hari arak Bali SURAT TERBUKA KEPADA GUBERNUR BALI

Itu semua di atas adalah kutipan petisi yang saya terima dan sudah saya tanda tangani. Anda dapat ikut menandatangani dengan mengunjungi tautan berikut:

Surat Terbuka Kepada Gubernur Bali - Arak Tidak Memerlukan Hari Khusus

Baca juga artikel saya: Orang Islam Terkejut, Tidak Ada Konsep Halal dan Haram dalam Agama Hindu

Oleh: Lalu Abd. Rahman

Lahir dengan selamat, pembelajar, pemeriksa fakta, seorang bapak, web administrator, dan pengeblog.

Posting Komentar

Posting Komentar